BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas ini, persaingan antar
perusahaan akan semakin meningkat.
Meningkatnya persaingan akan mendorong setiap perusahaan untuk meningkatkan keunggulan dan ukuran
perusahaan. Dalam kaitannya dengan usaha meningkatkan keunggulan dan ukuran, perusahaan pertambangan di tengah kondisi ekonomi yang relatif stabil akan
berusaha untuk meningkatkan ukuran perusahaan,
sehingga untuk meningkatkan volume industri mereka, hal yang harus dilakukan adalah
ekspansi untuk peningkatan skala operasi seperti penambahan properti pabrik, peralatan, dan
pembangunan infrastruktur pertambangan atau tepatnya disebut investasi dalam aktiva
tetap. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan volume penjualan atau profitabilitas di masa yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa
investasi dalam aktiva tetap sangat signifikan
peranannnya dalam perusahaan, sehingga nilainya juga sangat signifikan. Tanpa aktiva tetap, perusahaan tidak akan dapat
beroperasi memperoleh laba yang
merupakan tujuan perusahaan. Lukman
Samsudin (1994, 408) menyatakan bahwa: Aktiva
tetap adalah merupakan investasi yang menyerap bagian terbesar dari modal yang ditanamkan dalam perusahaan
dan merupakan suatu keharusan dalam
perusahaan karena tanpa aktiva tersebut proses produksi tidak akan mungkin berjalan.
Selanjutnya dikemukakan bahwa: Aktiva
tetap seringkali disebut sebagai ”the earning asset” yaitu aktiva yang sesungguhnya menghasilkan pendapatan bagi
perusahaan, oleh karenanya, melalui aktiva tetap inilah yang memberikan
dasar bagi ”Earning Power” perusahaan.
Besar kecilnya perusahaan dapat diukur dari total aktiva atau harta yang
dimiliki perusahaan (Hartono, 2000:254).
Ini berarti bahwa besar kecilnya laba sangat
dipengaruhi oleh seberapa besar akitva yang merupakan earning poweer dimiliki
perusahaan. Dari tinjauan pustaka yang dilakukan penulis terhadap beberapa penelitian terdahulu dapat diketahui
bahwa investasi dalam aktiva tetap dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain, tingkat pengembalian investasi (Return on Investment), tingkat pengembalian
aset (Return on Asset), perputaran total
aktiva (Total Asset Turnover), rasio utang jangka panjang terhadap harta (Longterm Debt to Asset), rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas (Longterm Debt to Equity), likuiditas,
pertumbuhan laba, tingkat suku bunga, pengemblian
atas ekuitas saham biasa dan (Return on
Equity). Dalam penelitian ini penulis
mencoba menguji pengaruh pertumbuhan laba, tingkat suku bunga, dan Return on Equity terhadap investasi aktiva
tetap.
Laba adalah hasil dari suatu
periode yang telah dicapai oleh perusahaan sebagaimana disebutkan Statement of Financial
Accounting Standards (SFAS) nomor 1 dalam Agung (2008). Hartono (2000, 254)
menyatakan bahwa besar kecilnya
perusahaan dapat diukur dari aktiva atau harta yang dimiliki perusahaan, dan besar kecilnya aktiva yang dimiliki sangat
berpengaruh dalam kemampuan perusahaan
menghasilkan laba (profitabilitas).
Laba perusahaan dari tahun ke
tahun dapat meningkat atau mengalami penurunan.
Perusahaan dengan laba bertumbuh dapat memperkuat hubungan antara aktiva tetap dengan profitabilitasnya.
Perusahaan dengan laba bertumbuh dengan
jumlah aktiva tetap yang lebih besar akan memiliki peluang yang lebih besar dalam menghasilkan profitabilitas di
masa yang akan datang. Dengan demikian pertumbuhan laba (profitabilitas)
memiliki pengaruh terhadap investasi aktiva
tetap perusahaan. Perusahaan yang pertumbuhan labanya stabil cenderung akan berusaha mengingkatkan kuantitas ataupun
kualitas aktiva tetapnya, karena aktiva
tetap merupakan earning asset (aktiva yang memberi pendapatan), yang merupakan earning power bagi perusahaan. Lily (2005) dalam
penelitannya menyebutkan bahwa
profitabilitas yang diukur dengan variabel ROI memiliki hubungan yang searah dengan keputusan
investasi aktiva tetap dengan nilai yang signifikan.
Teori klasik menyatakan bahwa
bunga adalah harga dari loanable funds (dana investasi)
(www. Jurnalmanajemen.blogspot.com).
Tingkat suku bunga merupakan
persentase dari pokok pinjaman yang harus dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai imbal jasa
yang dilakukan pada periode tertentu yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak (Makarnawati, 2009:54). Untuk melihat hubungan antara suku bunga dengan
investasi, dapat dijelaskan oleh teori R.C
Hawrey yang berbunyi “Jika tingkat bunga turun, maka investasi akan menguntungkan, dan permintaan modal akan
naik”. Dari sejumlah teori tersebut, dapat
dilihat bahwa suku bunga sangat berhubungan dengan investasi akitiva tetap, dimana jika suku bunga meningkat akan
berdampak negatif (penurunan) dalam
investasi yang disebabkan oleh tingginya biaya modal, sebaliknya jika tingkat suku bunga turun akan berdampak
positif bagi dorongan investasi yang disebabkan
investasi akan lebih menguntungkan karena semakin rendahnya biaya modal yang ditanggung perusahaan.
Menurut Brigham (2001:91), pengembalian atas ekuitas saham biasa (ROE) adalah rasio yang mengukur tingkat
pengembalian atas investasi atau tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham
biasa. Investor menginginkan pengembalian (ROE) yang tinggi atas setiap
Rupiah investasi yang ditanamnya dalam
aktiva perusahaan. Sebaliknya pengembalian yang tinggi akan menjadi pertimbngan utama bagi pemegang saham dalam
mengambil keputusan meningkatkan jumlah
investasinya dalam perusahaan dengan harapan akan memperoleh tingkat pengembalian yang lebih
tinggi lagi dalam setiap dana yang ditanamkan
dalam aktiva tetap perusahaan.
Selain teori di atas, alasan lain
yang menguatkan dan membuat penulis semakin tertarik melakukan penelitian ini
adalah fluktuatifnya nilai investasi aktiva
tetap perusahaan pertambangan selama periode pengamatan. Untuk lebih jelasnya, penulis menyajikan data pertumbuhan
laba perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan memperbandingkannya terhadap nilai investasi aktiva tetap perusahaan
tersebut seperti yang tampak pada tabel berikut
ini.
Tabel 1.
Laba Perusahaan Pertambangan
Periode 2006-2008 No Nama Laba Periode 2006-2008 (Dalam Ribuan) (KODE) 2006
2007 1 APEX
Rp 559,402,678 Rp 323,093,927 Rp 426,455,809 2 PTBA
Rp 656,776,000 Rp 726,211,000
Rp 1,714,617,000 3 BUMI Rp 2,913,658,866 Rp 3,819,191,357 Rp 12,129,483,542 4 CNKO
Rp 1,266,358 Rp 1,495,378 Rp 1,646,089 5 ENRG
Rp 203,005,238 Rp 115,637,762 Rp (34,943,284) 6 MEDC Rp 344,304,353 Rp 62,157,535 Rp 3,068,234,840 7 PGAS
Rp 1,892,705,158 Rp 1,164,995,142 Rp 633,859,683 8 PTRO
Rp 58,072,048 Rp 66,846,785 Rp 19,436,250 9
RUIS Rp 27,675,904 Rp
35,960,146 Rp 30,072,718 KKGI Rp (26,791,155) Rp (24,441,252) Rp 40,473,581 11 TIRT
Rp 1,286,073 Rp 788,068 Rp (67,735,351) 12 ANTM Rp 1,552,777,307 Rp 5,118,987,734 Rp 1,368,139,165 13 TINS
Rp 208,147,000 Rp 1,784,592,000 Rp 1,342,358,000 Sumber: Penulis, Dari data 13 perusahaan sampel di atas,
ternyata hanya 1 perusahaan yang labanya
meningkat sepanjang periode pengamatan, yaitu PT. Bumi Resources Tbk. Dan bila dilihat pengaruhnya terhadap
jumlah investasi aktiva tetapnya dapat dilihat
sebuah fenomena bahwa pertumbuhan laba tidak serta-merta diikuti oleh penambahan jumlah investasi dalam aktiva
tetap, seperti tampak pada jumlah aktiva
perusahaan tersebut dalam tabel berikut.
0 komentar:
Posting Komentar