Download Skripsi Hukum:Tinjauan Keadaan Baru Sebagai Alasan Terpidana Mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali Dan Argumentasi Hukum Hakim Mahkamah Agung Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara Korupsi
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan
Negara hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 inggi tegaknya
hukum di Indonesia.Penegakan hukum
merupakan tahapan setelah berakhirnya perbuatan hukum, sehingga
yang dimaksud penegakan hukum adalah
pelaksanaan secara konkrit
atas hukum yang
telah dibuat kedalam kehidupan masyarakat sehari-hari
(Satjipto Rahardjo, 2006:181).
Untuk
mewujudkan penegakan hukum,
salah satunya melalui keberadaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara
Pidana (untuk selanjutnya
disebut KUHAP) merupakan
suatu landasan yuridis
dalam praktek beracara
dipengadilan atas suatu tindak
pidana demi terciptanya penegakan hukum dan keadilan.
Dewasa ini isu penegakan hukum yang cukup
marak dan menarik untuk diperbincangkan
adalah terkait penanganan terhadap perkara tindak pidana
korupsi.Maraknya
permasalahan korupsi di
Indonesia bukanlah suatu
masalah yang baru.
Secara historis, setelah
Indonesia merdeka, korupsi sudah sangat kronis sejak akhir tahun
1950-an. Hal ini diantaranya terbukti antara
tahun 1957-1958 keluar
beberapa Peraturan Penguasa Militer
dan Penguasa Perang Pusat
dalam rangka pemberantasan korupsi sebagai
pelengkap
ketentuan-ketentuan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana
(selanjutnya disebut KUHP) yang ada pada saat itu sudah tidak
memadai untuk menjaring
berbagai bentuk tindak
pidana korupsi.
Peraturan yang
dimaksud, yaitu Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf
Angkatan Darat, tanggal
16 April 1958
No.Prt/Peperpu/013/1958 beserta peraturan
pelaksanaannya, dan Peraturan
Penguasa Perang Pusat Kepala Staf
Angkatan Laut No.Prz/Z.I/I/7, tanggal
17 April 1958 (Bambang Poernomo,1984:65). Kemudian
diundangkan Undang-Undang Nomor
24 prp.Tahun 1960,
tentang Pengusutan, Penuntunan,
dan Pemeriksaan Tindak
Pidana Korupsi, menandai
korupsi tidak berkurang, tetapi
masih tetap marak.
Sejarah makin meningkatkan
korupsi itu berlangsung
terus, hingga Undang-Undang
Nomor 24 Prp.
Tahun 1960 dianggap
tidak memadai dan
kemudian diganti dengan
Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1971, tentang
pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Tjandra Sridjaja
Pradjonggo,2010:11).
Setelah
berlaku Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1971,
tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dianggap
sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut,
kemudian diundangkan Undang-Undang Antikorupsi
atau Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999,
tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang
Perubahan atas UndangUndang Nomor 31
Tahun 1999, tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tjandra Sridjaja Pradjonggo,2010:15).
Perbedaan antara Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999
dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1971
pada hakikatnya ada
beberapa aspek krusial
yang membedakan dan
memperluas dimensi-dimensi, diantaranya
mengenai pengertian pegawai
negeri, perluasan adanya pengertian
perbuatan secara melawan
hukum, adanya perluasan
terhadap pengertian keuangan
Negara dan perekonomian Negara, diperkenalkannya Tim Gabungan yang dikoordinasikan Jaksa Agung
terhadap tindak pidana korupsi yang
sulit pembuktiannya
sedangkan proses penyidikan
dan penuntutan dilaksanakan
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
diperkenalkan pula adanya
pembuktian terbalik yang bersifat
terbatas atau berimbang, ditentukan bahwa pengembalian kerugian keuangan
Negara atau perekonomian
Negara tidak menghapuskan dipidananya
pelaku tindak pidana,
adanya penghargaan dari
pemerintah kepada anggota
masyarakat yang telah
berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasa
atau pengungkapan tindak
pidana korupsi, adanyapengaturan korporasi
sebagai subjek tindak
pidana korupsi yang dapat
dikenakan sanksi dan
adanya ketentuan pidana
yang berbeda yaitu menentukan ancaman
pidana minimum khusus/special strafminia
dan maksimum (Pasal
2-12, Pasal 21-23
Undang-Undang nomor 31
Tahun 1999) serta
dapat dijatuhi pidana
tambahan sebagaimana diatur
dalam KUHP dan sesuai
ketentuan Pasal 18
Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999, pidana
denda yang lebih
tinggi dan ancaman
pidana mati yang merupakan
pemberatan pidana (Lilik Mulyadi,2012:169-171).
Meski Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
ancaman pidananya lebih berat, tetapi
realitanya tindak pidana
korupsi masih tinggi sehingga diperlukan
upaya khusus dalam
menangani atau mencegah
terjadinya tindak pidana
korupsi. Reformasi sejak 1998
dengan TAP MPR
Nomor XI/MPR/1998 tentang
penyelenggara Negara yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme, dan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggara Negara yang
bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme, seringkali
para pelaku tindak pidana
korupsi dibebaskan dari
ancaman pidana. Hakim
hanya berlandaskan pada peraturan tersebut
dan belum berani
membuat terobosan baru
dalam penegakan tindak pidana
korupsi.
Kasus
korupsi yang terjadi
di Indonesia sering
kali menimpa beberapa
pejabat tinggi termasuk
diantara anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah
(untuk selanjutnya disingkat
DPRD) seperti pada
kasus yang akan penulis bahas
yaitu kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh terdakwa (1) H.
Saiful Hidayat, SH Bin Suradji, terdakwa
(4) Pambudi Prayogo, terdakwa (5) Miswanto, SE, terdakwa (6) Zaini,S.Pd
Bin Iman Sukarman,
terdakwa (7) Ir.
Hery Sanyoto dan terdakwa (8)
H. Suharno Wiryo
Dimejo, SE. Para
terdakwa tersebut merupakan
anggota DPRD Kabupaten
Sragen. Para terdakwa
dipidana dengan
pidana penjara masing-masing 1 (satu) tahun dan membayar denda masing-masing sebesar Rp 50.000.000,-(lima
puluh juta rupiah), Subsidair 4 (empat)
bulan kurungan. Atas
putusan Pengadilan Tingkat
I tersebut, para
terdakwa dan Jaksa
Penuntut Umum keberatan
dan mengajukan upaya hukum yaitu banding. Dalam upaya hukum
banding putusan yang dijatuhkan adalah
menguatkan putusan Pengadilan Negeri Sragen tanggal 22 September 2008 Nomor: 51/Pid.B/2008/PN.Srg.
Atas putusan tersebut terdakwa mengajukan
kasasi yang putusannya
Menolak permohonan kasasi
dari para Pemohon
Kasasi/Terdakwa. Oleh sebab
itu terpidana mengajukan
kembali upaya hukum
hingga tingkat peninjauan kembali.Permohonan Peninjauan
Kembali yang diajukan
oleh para terpidana tersebut menggunakan alasan terdapat
keadaan baru antara lain: Peraturan Perundang-Undangan yang
mengatur tentang pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
sebagaimana diatur dalam
UndangUndang No. 10
Tahun 2004, Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah yakni
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan Daerah
Pengganti Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah,Peraturan perundangundangan
yang mengatur tentang
Hak Imunitas/kekebalan bagi
anggota DPRD, Surat
dari Kejaksaan Agung
Republik Indonesianomor :
B-046/A/Fd1/08/2008 tanggal 07
Agustus 2008 perihal
kasus Penyalahgunaan Anggaran
DPRD dan adanya
surat Edaran Mahkamah Agung
RI No. 4
tahun 2005 yang
ditujukan kepada Kepala
kejaksaan Tinggi seluruh
Indonesia, Putusan Kasasi
dalam perkara pidana
DPRD Kabupaten Kudus
Nomor : 754
K/Pid.Sus/2007 yang pada
pokoknya sama dengan perkara
pidana DPRD Kabupaten Sragen.
Contoh Skripsi Hukum:Tinjauan Keadaan Baru Sebagai Alasan Terpidana Mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali Dan Argumentasi Hukum Hakim Mahkamah Agung Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara KorupsiDownloads Versi PDF >>>>>>>Klik DisiniArtikel terkait skripsi diantaranya : Kumpulan Contoh skripsi, contoh artikel, contoh makalah,proposal penelitian, karya tulis, contohskripsi, c0ntoh proposal, judul seminar akuntansi, proposal tentang, beasiswa disertasi, laporan ta, tugas ta, tesis akuntansi keuangan, tesis kesehatan, proposal tesis akuntansi, contoh-contoh tesis, tesis gratis, tesis contoh, contoh bab 1 tugas akhir, kumpulan tugas akhir akuntansi, proposal pengajuan tugas akhir, contoh laporan tugas akhir akuntansi, judul tugas akhir jurusan akuntansi.
0 komentar:
Posting Komentar