BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia nervosa (AN) dan bulimia nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai gangguan perilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV) mengklasifikasikan ada tiga jenis gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), dan binge-eating disorder (BED). AN ditandai dengan keengganan untuk menetapkan berat badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat terganggu. BN ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang besar yang sering dan berulang-ulang, kemudian cuba memuntahkan kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan (National Institute of Mental Health (NIMH), 2007). Diketahui jumlah pasien dengan gangguan makan telah meningkat secara global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan satu hingga dua juta wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk BN, dan 500,000 wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk AN (Academy for Eating Disorder, 2006). Peningkatan ini berkaitan dengan kesadaran ekstrim tentang berat badan dan tampilan fisik, kebanyakan dikalangan generasi muda. Penelitian internasional tentang gangguan makan menunjukkan 1% dari remaja wanita di Amerika Serikat menderita AN, sedangkan 4% menderita BN. Sebanyak 1.2% anak sekolah di Cairo dan 3.2% anak sekolah di Iran menderita BN (Edquist, 2009). Di Norway, sebanyak 2.6% mahasiswa perempuan dan 1.3 % mahasiswa Itali menderita AN (Makino et al., 2004) Jika dibandingkan prevalensi di negara Barat dan di negara non-Barat, prevalensi di negara non-Barat menunjukkan jumlah yang lebih rendah daripada di negara Barat tetapi menunjukkan adanya peningkatan. Prevalensi di negara Barat untuk AN ialah 0.1-5.7% pada subjek wanita, manakala untuk BN ialah 0-2-1% pada laki-laki, dan 0.3-7.3% pada wanita. Prevalensi di negara non-Barat untuk BN ialah 0.46-3.2% pada wanita (Makino et al., 2004). Menurut Fairburn (1999) dalam Ho (2006), sejak 1980-an, terjadi peningkatan prevalensi gangguan makan dalam populasi Asia. Sejak kebelakangan ini, terdapat peningkatan fenomena ini di kalangan wanita muda di Singapura. Di Singapura, prevalensi wanita muda yang beresiko untuk menghidapi gangguan makan ialah sebanyak 7.4% (Ho, 2006). Satu media di Singapura, pada tahun 2007, melaporkan jumlah remaja dengan gangguan makan semakin meningkat sebanyak enam kali lipat sejak tahun 2002. Singapore General Hospital menyatakan sebanyak 140 kasus gangguan makan dilaporkan setiap tahun, tetapi hanya 10 hingga 20% yang datang berobat (Channel NewsAsia, 2007). Buhrich (1981) melaporkan bahwa 0.05% sampel pasien psikitrik di Malaysia telah terdiagnosis mengalami AN dan angka ini tidak meningkat selama 15 tahun. Di Indonesia, 12-22% wanita berusia 15-29 tahun menderita defisiensi energi kronis (IMT <18,5) di beberapa kawasan (Atmarita, 2005). Apakah defisiensi ini disebabkan oleh gangguan makan atau hal lain tidaklah dijelaskan secara rinci. Bagaimanapun, masih kurang penelitian dilakukan tentang gangguan makan di Indonesia sehingga prevalensinya tidak diketahui secara pasti. Akibat dari gangguan makan yang berkepanjangan, bisa terjadi hipotensi kronis, bradikardia, hipotermia, pembengkakan kelenjar liur, anemia, dehidrasi, alkalosis dan hipokloremia dapat dilihat. Ruptur lambung juga dapat terjadi. Lebih dari 90% penderita AN mengalami amenorrea sekunder disebabkan oleh malnutrisi kronis. Pengurangan densitas tulang merupakan masalah yang serius karena sukar diobati, dan keadaan ini meningkatkan resiko fraktur tulang. Gangguan makan juga dapat menyebabkan gangguan pada jantung. Resiko tertinggi pada panderita dengan gangguan makan adalah gagal jantung (Tsuboi, 2005). Mengingat betapa beratnya akibat yang ditimbulkan dari gangguan makan, dan masih kurangnya penelitian di Indonesia, juga terdapat laporan yang menyatakan semakin meningkatnya kejadian gangguan makan, maka penelitian perlu dilakukan untuk melihat berapakah prevalensi risiko gangguan makan pada siswi-siswi. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian untuk melihat berapakah prevalensi risiko gangguan makan pada siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 . 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui prevalensi risiko gangguan makan pada siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 . 1.3.2 Tujuan khs 1. Untuk mengetahui persepsi mereka terhadap berat badan yang dimiliki sekarang. 2. Untuk mengetahui persepsi mereka terhadap bentuk tubuh yang dimiliki sekarang. 3. Untuk mengetahui Indeks Massa Tubuh mereka. Contoh Skripsi Kedokteran:Prevalensi Risiko Gangguan Makan pada Siswi SekolahDownloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini
Senin, 29 Desember 2014
Contoh Skripsi Kedokteran:Prevalensi Risiko Gangguan Makan pada Siswi Sekolah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar