Rabu, 05 November 2014

Skripsi Manajemen:Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Pemerintah Kabupaten



BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak
ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undangundang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan atau otonomi yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab kepada pemerintah
daerah dalam mengelola pembangunan dan keuangan daerah.
Konsekuensi dari kewenangan
otonomi yang luas, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat secara demokratis,
adil, merata dan berkesinambungan. Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola
potensi daerahnya yaitu potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan potensi sumber daya keuangan secara optimal.
Secara umum, penerimaan
pemerintah daerah dapat bersumber dari pajak, retribusi dan pinjaman. Hal ini secara
eksplisit diatur dalam PP Nomor 107 tahun 2000 yang memuat ketentuan yang terkait dengan
kapasitas keuangan daerah untuk
meminjam. Semua pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri,
harus mendapatkan izin dari pemerintah
pusat. Oleh karena itu sumber penerimaan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari
retribusi daerah dan pajak 2 daerah maupun bagi hasil bukan pajak.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan bahwa pengelola keuangan daerah
harus dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
atas keadilan dan kepatuhan.
Kemampuan pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan yang terdapat pada APBD
yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan
tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan
pelayanan sosial.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah dan menciptakan pemerintah daerah yang baik dan
dapat melaksanakan tugas otonominya adalah
faktor keuangan yang baik. Keuangan yang dimaksudkan adalah bahwa setiap hak yang berhubungan
dengan masalah uang, antara lain sumber
pendapatan, jumlah uang yang cukup, dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang berlaku.
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi
daerah tidak dapat dilepaskan dari cukup tidaknya kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena kemampuan
keuangan ini merupakan salah satu indikator
penting guna mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Sangatlah mustahil bagi pemerintah daerah untuk dapat
menjalankan berbagai tugas dan pekerjaannya
dengan efektif dan efisien tanpa tersedianya dana untuk itu.
Masyarakat selaku stake holder
keuangan pemerintah daerah dapat memantau aliran dan yang ada dipemerintahan sehingga
KKN dapat dihilangkan.
3 Sejalan
dengan tuntutan yang semakin besar terhadap akuntabilitas publik, maka manajemen pemerintahan daerah harus
memberikan informasi kepada publik
mengenai pengelolaan keuangan daerah, yang diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut
meliputi: Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
Dalam rangka memperkuat
akuntabilitas pengelolaan anggaran dan perbendaharaan, setiap pejabat yang
menyajikan Laporan Keuangan diharuskan memberi pernyataan tanggung jawab atas Laporan
Keuangan yang bersangkutan.
Upaya konkrit untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah yang memenuhi
prinsip tepat waktu dan dapat diandalkan
(reliable) serta disn dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang diterima secara umum.
Laporan keuangan disn untuk menyediakan
informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
pelaporan selama satu periode pelaporan.
Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan
dengan anggaran yang telah ditetapkan,
menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, serta membantu menentukan
ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Aceh sebagai salah
satu propinsi yang memperoleh keistimewaan
dari pemerintah pusat dalam hal otonomi, hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 44 tahun
1999 tentang penyelenggaraan 4 keistimewaan propinsi Daerah Istimewa Aceh dan
Undang-undang Nomor 18 tahun 2001
tentang otonomi khs bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang
Pemerintah Aceh. Dengan memperoleh status otonomi khs, Pemerintah Aceh beserta kabupaten/kota yang
berada didalamnya memperoleh hak-hak khs
yang tidak diperoleh oleh daerah lain. Salah satunya adalah hak untuk mengatur dan mengelola keuangan daerah
sepenuhnya dengan alokasi dana yang
besar serta pembagian porsi kekayaan daerah yang lebih besar dimiliki oleh daerah dibandingkan pemerintah pusat. Sebagai
contoh, dalam Undang-undang Nomor 11
tahun 2006 dinyatakan bahwa Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam akan memperoleh Dana Alokasi Khs (DAK)
sebanyak 2% dari seluruh DAK nasional.
Selain itu, Pemerintah Aceh juga akan memperoleh dana-dana lainnya seperti dana migas, dana otonomi khs, dan
lain-lain. Hal ini mengakibatkan perubahan
yang besar bagi daerah kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Pemerintah Aceh, terutama perubahan pada
keuangan daerah.
Kabupaten Aceh Utara merupakan
salah satu daerah tertua di Aceh, merupakan
daerah pertama kali datangnya Islam di Indonesia yang dahulunya bernama Samudera Pasai. Pada tahun 1989 sampai
dengan 1998 Aceh Utara merupakan salah
satu daerah basis terbesar dari Gerakan Aceh Meredeka (GAM) sehingga pemerintah pusat mengambil keputusan
untuk memberlakukan Darurat Militer. Hal
ini mengakibatkan kondisi perekonomian masyarakat menjadi hancur.
Namun sejak adanya perjanjian
damai antara pemerintah Pusat dengan GAM (MoU Helsinski), membuat daerah ini kembali
bangkit menata kembali 5 keterpurukan perekonomiannya. Adanya
Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 semakin
membantu Kabupaten Aceh Utara dalam ketertinggalannya dalam bidang ekonomi, masyarakat dapat merasakan kembali
pertumbuhan ekonomi yang pesat didaerah
tersebut.
Sejak diberlakukannya otonomi khs
bagi Provinsi Aceh, perubahan paling
terlihat yaitu dibidang keuangan. Dengan adanya otonomi khs maka daerah memperoleh banyak tambahan dana.
Diharapkan dengan dana yang diperoleh
tersebut maka kesejahteraan rakyat di Pemerintah Aceh khsnya pada Kabupaten Aceh Utara dapat naik atau menjadi
lebih baik dari sebelumnya, karena
otonomi khs diterapkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat serta kinerja pemerintah daerah menjadi lebih
baik dari sebelumnya.

Skripsi Manajemen:Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Pemerintah Kabupaten

Downloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini







Share

& Comment

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2015 Jual Skripsi Eceran™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.