BAB PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di era teknologi informasi dan globalisasi
ekonomi saat ini, arus budaya makanan
asing mempengaruhi perubahan pola makan pada masyarakat (Almatsier, 2004). Pola makan masyarakat
cenderung lebih sering memilih makanan
yang sering dilihat, segera tersedia, memiliki harga terjangkau, dan mudah membuatnya daripada memilih makanan yang
sesuai dengan kebutuhan nutrisinya
(Sizer dan Whitney, 2006). Remaja lebih cenderung memiliki pola makan yang tidak teratur, lebih banyak
mengonsumsi snack dan makanan di luar rumah
seperti fast food(Stang, 2008).
Menurut penelitian Arief, Syam
dan Dachlan (2011) yang dilakukan di Makasar,
faktor predisposisi remaja memilih berkunjung ke restoran fast food adalah
kegemaran dan nilai/gengsi yang mereka dapatkan sekalipun mereka mengetahui dampak negatif yang muncul. Fast food adalah makanan yang dengan cepat tersedia setelah pelanggan
memesannya di suatu restoran (Sizer dan Whitney,
2006). Fast food memiliki kadar vitamin, mineral dan serat yang rendah tetapi memiliki lemak, pemanis tambahan dan
natrium yang tinggi (Stang, 2008).
Menurut Pereira (2005) yang
dikutip dari International Journal Obesity (2007), The American population study Cardia
membuktikan bahwa konsumsi fast food positif berhubungan dengan peningkatan
berat badan dan memiliki resiko terhadap
resistensi insulin (Stender, Dyerberg
dan Astrup, 2007). Dari hasil penelitian
yang dilakukan Hamam Hadi (2003) di SLTP kota Yogyakarta yang melibatkan sebanyak 4747 siswa/I dan pada SLTP
kab. Bantul yang melibatkan 4602
siswa/i, ditemukan bahwa penderita obesitas 2-3 kali lebih sering mengonsumsi fast food. Obesitas adalah
peningkatan berat badan melampaui keterbatasan
otot dan fisik, sebagai hasil dari akumulasi lemak yang berlebihan (Kramer, 2011). Menurut CDC (2011), obesitas
merupakan suatu keadaan dimana indeks
massa tubuh anak/remaja berada diatas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang sesuai dengan jenis kelaminnya. Indeks
massa tubuh merupakan Universitas
Sumatera Utara pengkuran valid terhadap status nutrisi tubuh seseorang
yang merupakan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan, dan
merupakan indikator nyata terhadap
pengukuran lemak tubuh pada anak dan remaja. (CDC, 2011).
Prevalensi obesitas meningkat di
seluruh dunia baik di negara maju maupun
negara berkembang. Meningkatnya obesitas menjadi masalah kesehatan karena meningkatkan morbiditas (Bandini, Flynn
dan Scampini, 2011). Data dari National
Health dan Nutrition Examination Survey (NHANES) yang melakukan perbandingan pada tahun 1999 dengan 2000, 2001
dengan 2002, dan 2003 dengan 2004 di
Amerika, terdapat bahwa prevalensi obesitas yang terjadi pada pria meningkat secara signifikan. Pada tahun 1999
sampai 2000 didapatkan sebanyak 27,4%
dan pada tahun 2003 sampai 2004 sebanyak 31,1%. Dari data tersebut juga didapatkan sebanyak 32,1% orang dewasa di
Amerika menderita obesitas.
Prevalensi overweight pada anak-anak dan remaja juga meningkat
sebanyak 17,1% (Runge dan Greganti,
2009). Menurut WHO, diperkirakan bahwa pada tahun 2005, 1,5 milyar individu diatas usia 15
tahun akan menderita overweight dan 400
milyar akan menderita obesitas. (Bandini, Flynn, dan Scampini, 2011).
Dewasa ini kejadian obesitas pada
anak-anak dan remaja di Indonesia bertambah banyak. Dari data RISKESDASNAS dilaporkan
bahwa prevalensi nasional obesitas pada
anak sekolah usia 6-14 tahun untuk anak laki-laki meningkat dari 9,5 % pada tahun 2007 menjadi 10,7% pada tahun
2010. Prevalensi obesitas untuk anak perempuan
juga menglami peningkatan dari 6,45% pada tahun 2007 menjadi 7,7% pada tahun 2010. (Rikesdasnas, 2010 dalam
Herlina, 2013).
Pengaruh lingkungan dan semakin
majunya teknologi membuat masyarakat
pada negara maju maupun berkembang mengalami penurunan aktivitas fisik (Bandini, Flynn, dan Scampini,
2011). Penurunan aktivitas fisik juga
terjadi pada remaja. Menurut Mardatillah
(2008) dalam penelitian yang dilakukan
di SMU Sudirman Jakarta, didapatkan sebanyak 67,2% remaja melakukan aktivitas fisik ,berupa olahraga,
yang rendah. Penurunan aktivitas fisik akan
menghasilkan penurunan pengeluaran energi. Fisik yang tidak aktif merupakan faktor resiko independen terhadap
terjadinya obesitas dan penyakit Universitas
Sumatera Utara kronik. Data dari WHO menunjukkan bahwa 60% populasi dunia tidak
memenuhi anjuran aktivitas fisik
(Bandini, Flynn, Scampini,2011).
Obesitas disebabkan oleh banyak
faktor, diantaranya adanya masalah antara
ketidakseimbangan nutrisi dan aktivitas fisik yang tidak cukup (Wahlqvist dan Tienboon,2011). Menurut Sizer dan Whitney
(2006), sebagian orang dapat menjadi
obesitas bukan karena terlalu banyak makan, tetapi karena mereka melakukan pergerakan tubuh yang terlalu
sedikit. Pada sebagian orang yang menderita
obesitas sangat inaktif dalam melakukan aktivitas fisik sehingga walaupun mereka makan lebih sedikit dari orang
banyak mereka masih memiliki energi
surplus. Menurut Levine (2007) dalam Bandini, Flynn, dan Scampini (2011) orang
yang memiliki fisik yang ramping menghabiskan lebih dari 2 jam setiap harinya untuk berjalan, sementara orang
yang mengalami obesitas menghabiskan
waktu mereka selama lebih dari 2,5 jam setiap harinya untuk duduk.
Melihat perubahan gaya hidup yang
mengakibatkan perubahan pola makan maupun
aktivitas fisik pada remaja dewasa ini, peneliti menjadi tertarik untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi fast
food dan aktivitas fisik dengan indeks
massa tubuh pada remaja.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang akan diteliti adalah bagaimana hubungan kebiasaan makan fast
food dan aktivitas fisik dengan
indeks massa tubuh pada remaja? 1.3
Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan
Umum Penelitian Untuk mengetahui hubungan kebiasaan makan fast food dan
aktivitas fisik dengan indeks massa
tubuh pada remaja.
1.3.2 Tujuan Khcontoh skripsis 1. Mengetahui kebiasaan makan fast food pada
remaja.
Universitas Sumatera Utara 2. Mengetahui aktivitas fisik remaja.
3. Mengetahui indeks massa tubuh pada remaja.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti: a. Memperoleh
pengetahuan saat melakukan penelitian.
b. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
c. Memperoleh data seberapa besar
pengaruh kebiasaan konsumsi fast food dan aktivitas fisik dengan indeks pada
remaja di SMA Santo Thomas 1 Medan.
2. Manfaat bagi siswa-siswi: a. Hasil penelitian
dapat digunakan untuk mempertimbangkan pola makan yang sesuai dengan kebutuhan energi harian
siswa siswi.
b. Hasil penelitian dapat
digunakan sebagai masukan untuk lebih mengatur aktivitas fisik dengan kebiasaan makan pada
siswa siswi.
c. Hasil penelitian dapat
digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konsumsi fast food
dan aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh pada remaja.
3. Manfaat bagi sekolah: a. Hasil penelitian
dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk memilih menu makanan yang lebih sehat di kantin
sekolah.
Contoh skripsi
0 komentar:
Posting Komentar