BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah sebuah proses perbaikan
yang berkesinambungan atas suatu
masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik lagi. Disamping itu
pembangunan itu sendiri adalah sebagai
usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan, perubahan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju
modernitas dalam rangka pembinaan bangsa
(Siagian, 1980:23). Pengertian tersebut memiliki arti bahwa pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas
kehidupan masyarakat dan bangsa secara
terencana.
Pembangunan nasional merupakan
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan
yang meliputi segala aspek kehidupan masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan nasional yang tertuang
dalam UUD 1945. Pembangunan nasional
dilaksanakan secara berkesinambungan dengan harapan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Dalam proses pelaksanaan
pembangunan tersebut diperlukan suatu proses yang harus dilaksanakan melalui
tahapan-tahapan untuk dapat memaksimalkan sasaran pembangunan. Tahapan yang paling awal
dan merupakan tahapan yang paling vital
adalah tahap perencanaan. Sebagai tahapan awal, tahap perencanaan akan menjadi pedoman ataupun acuan dasar bagi
pelaksanaan kegiatan pembangunan. Oleh
karena itu perencanaan tersebut harus bersifat implementatif.
Pada umumnya pembangunan nasional
di banyak negara berkembang, termasuk
Indonesia, ditekankan atau diprioritaskan pada pembangunan ekonomi.
Hal ini disebabkan karena di
negara-negara berkembang masih mengalami permasalahan dalam bidang ekonomi. Selain itu
pembangunan ekonomi akan mendukung dan
merangsang pembaharuan dan perubahan dalam kehidupan lain di masyarakat kearah yang lebih baik.
Pemerintah merupakan pihak yang
paling penting dan berperan sebagai penggerak
dalam pembangunan, yaitu melalui perencanaan pembangunan.
Perencanaan pembangunan adalah
suatu usaha pemerintah untuk mengkoordinasikan
semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang untuk mempengaruhi secara langsung serta
mengendalikan pertumbuhan variabelvariabel ekonomi yang penting. Perencanaan
pembangunan yang ditujukan untuk mencapai
setiap sasaran dan tujuan pembangunan pada dasarnya disusun oleh pemerintah melalui badan perencanaan.
Sejak digulirkannya Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah, yang menyatakan “Pemerintah
daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sistem perencanaan
pembangunan di Indonesia adalah bersifat
Bottom-Up, yaitu sistem perencanaan yang berasal dari bawah (masyarakat, daerah) ke atas (pemerintah) sehingga perencanaan
diserahkan kepada pemerintah daerah
bersama-sama dengan masyarakat daerah. Akan tetapi perencanaan tersebut harus tetap selaras
dengan program dan tujuan pembangunan nasional.
Dalam rangka penyelenggaraan pembangunan
daerah ini disusun perencanaan
pembangunan daerah sebagai suatu bentuk kesatuan sistem perencanaan nasional yang disusun oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun
2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, Bappeda mempunyai peranan yang penting di dalam melaksanakan perencanaan daerah. Perencanaan
pembangunan daerah yang direncakan oleh
Bappeda dimulai dari tingkat desa/ kelurahan, kecamatan, kabupaten dan kota, hingga tingkat propinsi
melalui Musrenbang (Musyawarah Perencanaan
Pembangunan). Dalam perencanaan pembangunan daerah ini diperlukan adanya partisipasi masyarakat lokal
dalam pelaksanaan pembangunan di
daerahnya.
Untuk mendukung terlaksananya
pembangunan daerah, Pemerintah atas nama
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas sudah mengeluarkan surat edaran tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah. Dalam
surat edaran tersebut pemerintah daerah wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP/ D),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJM/ D), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai rencana tahunan. Setiap proses
penyusunan harus mempunyai koordinasi antar-instansi
pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan melalui suatu forum yang disebut Musyawarah
Perencanaan Pembangunan.
Dalam pelaksanaannya, Bappeda
melakukan proses pembahasan yang terkoordinasi
dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui Musrenbang di daerah, dimana diharapkan juga
partisipasi dari masyarakat dalam musyawarah
perencanaan pembangunan tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan
perlunya pembangunan, khususnya pembangunan
di bidang ekonomi untuk disusun dan diatur secara terencana antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut ini : 1. Adanya mobilitas faktor-faktor yang
terkendala dalam kegiatan produksi dan
pembangunan.
2. Rendahnya pendapatan perkapita dan adanya
distribusi pendapatan yang tidak merata
di masyarakat.
3. Kekuatan pasar dan mekanisme harga belum
dapat dijadikan jaminan suatu kebijakan
pembangunan dalam operasionalnya ( Abipraja, 2002:11).
Pembangunan ekonomi dianggap
penting karena menyangkut pada kesejahteraan
manusia yang menjalankan pembangunan tersebut. Oleh karena itu pembangunan ekonomi perlu ditangani oleh
pemerintah, dalam hal ini juga termasuk
pemerintah daerah.
Peran Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah sangat kompleks dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah,
artinya semua bidang perencanaan
pembangunan ditangani di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, termasuk juga perencanaan pembangunan
ekonomi daerah.
Pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi Kota Bukittinggi dalam empat tahun
terakhitr telah berkembang cukup pesat. Menurut angka sementara dari BPS, PDRB Kota Bukittinggi tahun 2009
berdasarkan harga berlaku mencapai Rp 1.881.187.920.000,- atau naik sebesar Rp.182.174.340.000,-
(10,72 %) dari tahun 2008 sebesar Rp.
1.699.013.580.000,-. Sementara PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku pada tahun yang sama mencapai Rp
17.449.000,- meningkat sebesar 8,92 %
dibanding tahun 2008 sebesar Rp 16.020.000,-. Walaupun angka nominal kenaikan ini cukup besar, namun dari kenaikkan
tersebut belum bisa dikatakan terjadi
peningkatan kesejahteraan, karena mengingat adanya angka inflasi yang menyebabkan koreksi negatif terhadap daya beli.
0 komentar:
Posting Komentar