Download Skripsi Public Administration:Hubungan Penerapan Prosedur Dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) Pada Hutan Alam Dan Hutan Tanaman
BAB I PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Masalah Dengan
adanya daerah otonomi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah maka daerah berwenang dan berkewajiban
untuk mengurus sendiri urusan rumah tangganya selain beberapa urusan yang memang ditentukan sebagai urusan pemerintah
pusat, dengan demikian selain urusanurusan bidang pemerintahan, satu hal yang
harus dilimpahkan atau harus menjadi urusan pemerintah dan masyarakat daerah adalah
pengelolaan aset negara di daerah seperti sumber daya alam. Tanpa adanya kewenangan untuk
mengelola sendiri aset dan sumber daya yang ada, maka layaklah otonomi yang diserahkan
tersebut disebut otonomi setengah hati.
Otonomi Setengah Hati ini sebagaimana diungkapkan oleh Irfan Bakhtiar
dalam Artikelnya Desentralisasi Pengelolaan
Sumber Daya Hutan di Kabupaten Wonosobo, dari Kerusakan Hutan Menuju KehutananMasyarakat, dalam www.geogle.com Dalam
pasal 11 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah : Ayat (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan
dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar snan pemerintahan.
Ayat (2) Penyelenggaraan urusan
pamerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan
kewenangan antara Pemerintahan dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang terkait,
tergantung, dan sinergis sebagai satu
sistem pemerintahan.
Ayat (3)
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat
91), terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Dalam pasal 14 ayat 2
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan Urusan pemerintahan
Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Selanjutnya dalam
penjelasan pasal 14 ayat 2 Undang- Undang No.
32 tahun 2004 disebutkan yang
dimaksud dengan urusan pemerintahan yang secara nyata ada dalam ketentuan ini sesuai dengan
kondisi, kekhasan dan potensi yang dimiliki antara lain pertambangan, perikanan, pertanian,
perkebunan, kehutanan dan pariwisata.
Selanjutnya dalam pasal 66 UU No.
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan : Ayat (1) Dalam rangka kehutanan, pemerintah
menyerahkan sebagian kewenangan kepada
pemerintah daerah.
Ayat (2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.
Mekanisme perizinan usaha kayu
dapat mempresentasikan praktek usaha pemanfaatan
hasil usaha kayu secara keseluruhan dan menyeluruh, mekanisme perizinan yang propisional, transparan, dan tanggung
gugat, minimal menghasilkan pemilik izin yang, tangguh propisional, tangguh, serius dan
berkomitmen terhadap pengelolaan areal konsesinya,
sehingga pemanfaatan hasil hutan kayu yang profesional dapat di praktekkan, namun praktek perizinan yang diskriminatif
sarat dengan praktek korupsi dan kolusi birokrasi,
yang menghasilkan konglomerasi dan berdampak pada minimalisasi pemanfaatan hutan dalam jangka pendek.
Praktek penebangan kayu tanpa izin, yang
diikuti pula oleh praktek penyelundupan kayu
bulat maupun setengah jadi ke luar negeri, diyakini memiliki peran penting
perusakan sumberdaya hutan, di samping
masalah kebakaran hutan yang masih terus terjadi.
Pencurian kayu hanyalah symthom
dari permasalahan kehutanan dan sosial yang kompleks.
Penebangan liar tersebut utamanya harus segera dihentikan dan diperangi melalui suatu program komprehensif, terpadu,
berjangka dan bersifat arif, karena menyangkut
berbagai aspek yang berpangkal pada rendahnya kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan aparat yang terlibat. Saya memasukkan unsur kearifan dalam menghadapi praktik penebangan tanpa izin ini
dengan pemikiran bahwa tidak semua praktik
penebangan liar tersebut dilakukan karena kejahatan masyarakat. Mungkin pemerintah sendiri yang jahat, yang tidak
atau belum memberikan ruang kesejahteraan ataupun pemahaman keselamatan lingkungan
kepada masyarakat yang terlibat penebangan kayu liar tersebut Menurut Leo Lenggai salah seorang praktisi
hukum/pengacara adanya penyimpangan Tunggakan PSDH -DR sebesar Rp 80 miliar
lebih bagi 15 perusahaan perkayuan di
Kalbar merupakan indikasi telah terjadi penyalahgunaan wewenang.
Sementara itu prosedur pembayaran
langsung ke rekening Menteri Kehutanan melalui bank yang ditunjuk. Dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sah Hasil Hutan) itu baru
dapat terbit .
Greenomic Indonesia (ICW), Evolusi Mekanisme
Perizinan Usaha Kayu Pada Hutan Alam Dan Hutan Tanaman Desember 2004, kertas kerja 06. hal www.vanillamist.com Penebangan dan
Penyelundupan Kayu setelah perusahaan
kayu tersebut membayar, tapi kok ada menunggak maka ini sangat aneh," ujar Leo Lenggai salah seorang
praktisi hukum/pengacara dan penasehat hukum.
Prosedur penerbitan dokomen
tersebut mestinya setelah ada bukti pembayaran itu, baru dijadikan syarat dapat dikeluarkannya dokumen
(SKSHH) Mekanisme usaha kayu mengatur
persyaratan yang harus di penuhi untuk memperoleh
izin, pihak-pihak yang dapat memperoleh izin, persyaratan permohonan izin dan kewenangan pemberian izin, evolusi
mekanisme perizinan tersebut akan .
"Akan tetapi kalau sampai
nunggak berarti prosedurnya terbalik. Kehutanan mengeluarkan SKSHH tapi perusahaan belum
membayar, jadi inilah penyalahgunaan wewenangnya atau kesalahan yang dapat
dijadikan alasan menyeret oknum pejabat tersebut.
Bisa jadi ini ada permainan kotor sehingga negara merugi sebesar itu,"
ungkapnya.
Contoh Skripsi Public Administration:Hubungan Penerapan Prosedur Dengan Pemberian Izin Penebangan Kayu (IPK) Pada Hutan Alam Dan Hutan TanamanDownloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini
0 komentar:
Posting Komentar