Senin, 16 Februari 2015

Download Skripsi Public Administration:Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance

Download Skripsi Public Administration:Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidatopidato, pejabat negara sering mengutip kata-kata di atas. Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat. Meskipun kata Good Governance sering disebut pada berbagai peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasi masyarakat yang memenuhi syarat- syarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan yang nyata dari demokrasi dengan memastikan bahwa adanya budaya mementingkan kepentingan umum atau negara sebagai penopang demokrasi itu sendiri. Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak. Seperti yang didefinisikan oleh World Bank sebagai berikut: Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran. Namun, Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsipprinsip dasar Good Governance. Kehadiran konsep daerah pada otonomi daerah reformasi bagi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahaan di desa telah memberikan dinamika dan suasana demokratis di dalam pemerintahan desa. Keberadaan institusi-institusi demokrasi selama ini (orde baru) hanya sebagai wadah formal yang tidak memiliki celah atau peluang untuk mendorong penegakan sistem demokrasi pada masyarakat pedesaan. Sebagai wujud pelaksanaan demokrasi tersebut, maka di desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi sebagai lembaga legislatif atau parlemennya desa. Sebagai parlemennya desa BPD berfungsi dalam mengawasi pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa serta keputusan kepala desa. Peraturan Desa (Perdes), merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang relatif baru, dalam kenyataan di lapangan belum begitu populer dibandingkan dengan bentuk peraturan perundang-undangan yang lain. Karena masih relatif baru dalam praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa, seringkali Perdes ini diabaikan. Bahkan masih banyak dari pemerintah dan bahkan masyarakat desa mengabaikan Perdes ini sebagai dasar penyelenggaraan urusan kepemerintahan di tingkat desa. Kenyataan seperti itu berdampak pada kurangnya perhatian pemerintahan desa dalam proses penynan sampai pada implementasi suatu Perdes. Banyak pemerintahan desa yang bersikap tidak peduli terhadap peraturan desa, sehingga seringkali Perdes disn secara sembarangan. Padahal Perdes hendaknya disn secara sungguh-sungguh berdasarkan kaidah demokrasi dan partisipasi masyarakat sehingga benar-benar dapat dijadikan acuan bagi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa. Sejak lahirnya Perdes sebagai dasar hukum yang baru bagi penyelenggraan pemerintahan di desa, pembentukannya lebih banyak atau bahkan hampir seluruhnya disn oleh pemerintah desa tanpa melibatkan lembaga legislatif di tingkat desa (Badan Perwakilan Desa dan sekarang disebut Badan Permusyawaratan Desa), apalagi melibatkan masyarakat. Padahal demokratisasi penynan perundangundangan bukan saja menjadi kebutuhan di nasional namun juga di lokal desa. Pada era otonomi daerah, dipandang perlu penguatan lembaga-lembaga desa serta penguatan organisasi-organisasi masyarakat sipil dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Penguatan lembaga-lembaga desa serta organisasi masyarakat desa ini perlu supaya ada pembatasan dominasi kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintah di desa. Dengan berlakunya Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru, yaitu UU No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999, fungsi serta kewenangan Badan Perwakilan Desa yang berdasarkan UU 32/2004 diganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak menjalankan fungsi kontrol, yaitu hanya berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat . Meskipun BPD berdasarkan UU 32 / 2004 tidak memiliki fungsi pengawasan terhadap kepala desa, tetapi dari sisi pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan masih terbuka dengan diberikannya dua fungsi kepada BPD yang dulu dimiliki oleh BPD berdasarkan UU 22 / 1999, yaitu fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan bersama kepala desa menetapkan peraturan desa (Perdes). Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi dan fungsi menetapkan Perdes yang dimiliki BPD merupakan sarana penting bagi pelembagaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa . Pembuatan Perdes dalam konteks otonomi daerah hendaknya ditujukan dalam kerangka: 1. Melindungi dan memperluas ruang otonomi dan kebebasan masyarakat 2. Membatasi kekuasaan (kewenangan dan intervensi) pemerintah daerah dan pusat, serta melindungi hak-hak prakarsa masyarakat desa 3. Menjamin kekebasan masyarakat desa 4. Melindungi dan membela kelompok yang lemah di desa 5. Menjamin partisipasi masyarakat desa dalam proses pengambilan keputusan antara lain, dengan memastikan bahwa masyarakat desa terwakili kepentingannya dalam BPD 6. Memfasilitasi perbaikan dan pengembangan kondisi sosial politik dan sosial ekonomi masyarakat desa Widjaja (2003:165) menjelaskan bahwa BPD berfungsi sebagai lembaga legislatif dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) serta peraturan kepala desa. Oleh sebab itu, kepala desa dengan persetujuan BPD mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan dengan pihak lain, menetapkan sumber-sumber pendapatan desa, menerima sumbangan dari pihak ketiga dan melakukan pinjaman desa. Kemudian berdasarkan hak asal-l desa bersangkutan, kepala desa dapat mendamaikan perkara atau sengketa yang terjadi diantara warganya. Contoh Skripsi Public Administration:Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good GovernanceDownloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini

Share

& Comment

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2015 Jual Skripsi Eceran™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.