BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah sumber kehidupan terutamanya sebagai sumber air minum. Walau bagaimanapun masih terdapat lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia ini tidak mendapat air minum yang selamat. WHO telah menetapkan garis panduan untuk kualitas air minum sebagai langkah untuk menjaga kesehatan dari penyakit yang disebabkan oleh air minum. Hal ini termasuk kawalan terhadap pelbagai mikroorganisma, bahan kimiawi, bahan radiologis dan bahan fisik yang mungkin ada didalam air minum yang bisa mendatangkan resiko penyakit (WHO,2006). Antara bahan kimiawi yang terdapat didalam air minum adalah fluor (F). Fluor ditemukan didalam semua air natural seperti air laut dan air bawah tanah pada konsentrasi tertentu. Malah di sesetengah negara misalnya Amerika Serikat, air minumnya memang sengaja difluoridasikan dengan tujuan untuk mengurangi insidensi karies gigi. Di Indonesia, air minum tidak di fluoridasikan seperti negara-negara lain. Fluor mempunyai efek yang baik yaitu mencegah kavitas gigi dalam konsentrasi yang rendah pada air minum tetapi eksposur yang berlebihan terhadap fluor di dalam air minum atau dikombinasikan dengan terdedah terhadap fluor dari sumber lain bisa menyebabkan pelbagai efek samping (WHO,2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05 % dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Data dari WHO (2000) menunjukkan rerata pengalaman karies (DMFT) pada anak usia 12 tahun adalah berkisar 2.4. indeks karies di Indonesia pula berkisar 2.2 untuk kelompok yang sama. Kelompok 12 tahun merupakan indikator kritis karena sekitar 76.97 % karies menyerang pada usia tersebut. Antara efek samping akibat kelebihan fluor di dalam tubuh pula adalah fluorosis gigi dan tulang. Di China,telah dianggarkan lebih dari 26 juta penduduknya menderita fluorosis gigi karena kadar fluor yang tinggi didalam air minum mereka dengan 16.5 juta kasus lain fluorosis gigi disebabkan oleh polusi asap batu bara (Liang et al., 1997). Di India pula dilaporkan 17 daripada 32 buah provinsi (state) telah mengalami fluorosis endemik (FRRDF, 1999; Yadav et al., 1999). Di Indonesia bagaimanapun tidak ditemukan nilai prevalensi fluorosis gigi mahupun tulang, mungkin disebabkan prevalensinya rendah oleh karena air minum tidak difluoridasikan di Indonesia. Ada juga penelitian di lakukan di India untuk menguji efek air yang tinggi kadar fluor dengan tahap intelligence quotient (IQ) pada anak-anak. Anak-anak berumur 12-13 tahun dengan kondisi pendidikan dan sosio ekonomi yang hampir sama tetapi berbeda dari segi konsentrasi fluor didalam air minum. Skor mean IQ untuk 89 orang anak-anak di daerah yang tinggi kadar fluor air minum secara signifikan lebih rendah (91.72±1.13) berbanding 101 orang anak-anak di daerah yang kurang kadar fluor air minumnya (104.44±1.23) (Trivedi et al, 2007). Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Lu et al (2000) di China dan hasilnya juga menunjukkan skor IQ yang rendah ada hubungan dengan kadar fluor yang tinggi didalam air minum. Ini menunjukkan kadar fluor yang tinggi menyebabkan nilai IQ yang rendah terutama pada anak-anak. Ada sesetengah literatur turut menyatakan fluor sebagai salah satu punca penyebab kanker namun ini masih belum dapat di buktikan. Nilai 1.5mg/L fluor didalam air minum telah direkomendasikan oleh WHO(1984) sebagai nilai yang selamat. Nilai fluor 1.5 mg/L ini telah di reevaluasi oleh WHO dan tiada bukti dapat menunjukkan nilai ini perlu direvisi semula (WHO,1996,2004). EPA (Environmental Protection Agency) pula telah menentukan MCL (Maximum Contaminant Level) yaitu kadar maksimal kontaminasi fluor didalam air minum, kadar dimana efek samping terhadap kesehatan tidak berlaku. MCL bagi fluor yang telah ditetapkan oleh EPA adalah 4.0mg/L atau 4.0 ppm. Depkes (2010) pula telah menetapkan nilai 1.5mg/l fluor sebagai nilai maksimum didalam air minum. Di Indonesia,kadar fluor didalam air minum telah diukur di Asembagus, Jawa Timur (Heikens et al.,2005). Konsentrasi fluor didalam air telaga adalah <0.1-4.2 mg/l. Telaga-telaga yang kadar fluornya paling tinggi terletak berhampiran dengan sungai Banyuputih, yang terkontaminasi oleh air dari Danau Kawah Ijen. Air sungai itu secara purata mengandung kadar fluor sebanyak 9.5 mg/l. Air di daerah gunung berapi sememangnya cenderung mengandung kadar fluor yang lebih tinggi. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan penelitian yang terdahulu dan kenyataan yang telah disebutkan,jelas menunjukkan bahawa kadar fluor yang tinggi didalam air minum mempunyai banyak efek samping terutamanya dalam jangka masa panjang. Kadar fluor yang rendah juga bermasalah karena menyebabkan peningkatan prevalensi karies gigi. Atas alasan ini,peneliti tertarik untuk mengukur kadar fluor didalam air minum isi ulang di Kecamatan Selayang, untuk menentukan adakah kadarnya dalam batas normal atau tidak. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang,masalah-masalah yang ingin digali dalam penelitian ini adalah: 1. Berapakah kadar fluor didalam air minum isi ulang di Kecamatan Selayang, , adakah dalam batas yang aman? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umumnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar fluor didalam air minum isi ulang di Kecamatan Selayang pada tahun 2011. 1.3.2 Tujuan Khs Secara khs,penelitian ini dapat: 1. Mengukur kadar fluor dalam sampel air minum isi ulang di Kecamatan Selayang. 2. Menentukan apakah kadar fluor dari sampel air minum isi ulang berada dalam batas normal atau tidak.
Kamis, 11 Desember 2014
Download Skripsi Kedokteran:Analisa Kadar Fluor dalam Air Minum Isi Ulang pada Depot Pengisian Air
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar