Selasa, 11 November 2014

Download Skripsi Pendidikan agama islam:Implementasi Konsep Etika Peserta Didik Menurut Al-Ghazali



PENDAHULUAN


A.
Latar Belakang Masalah Sejak negara
Indonesia terlahir di
tahun 1945, pendidikan
telah disadari menjadi
salah satu tonggak
kemajuan bangsa. Pendidikan
ibarat sebuah rahim yang didalamnya
terdapat gen-gen dengan
komposisi yang rapi
dengan segala benih-benih
kapabilitas yang ada.
Ia juga merupakan sebuah iklim
yang memenuhi syarat
untuk memelihara dan
menumbuh-kembangkan segala potensi dan
kapabilitas yang diperlukan
oleh masyarakat yang
terpendam pada setiap individu.
Maka dari itu
perlu adanya motivasi
dalam usaha penggalian potensi, pengarahan
(orientasi) dan perencanaan
yang baik dalam
pengembangan pendidikan.


Di samping
itu, pendidikan merupakan
salah satu aspek
yang sangat penting untuk membentuk generasi yang siap
mengganti tongkat estafet generasi tua dalam
rangka membangun masa
depan. Karena itu
pendidikan berperan mensosialisasikan kemampuan
baru kepada mereka
agar mampu mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamis.


Pendidikan merupakan kebutuhan manusia,
kebutuhan pribadi seseorang.


Kebutuhan yang
tidak dapat diganti
dengan yang lain.
Karena pendidikan merupakan
kebutuhan setiap individu
untuk mengembangkan kualitas,
pontensi dan bakat
diri. Pendidikan membentuk
manusia dari tidak
mengetahui menjadi mengetahui,
dari kebodohan menjadi
kepintaran dari kurang
paham menjadi paham,
intinya adalah pendidikan
membentuk jasmani dan
rohani menjadi Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam (Solo:
Ramadlan, 1991), hlm. 9 paripurna.
Sebagaimana tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal
3 dinyatakan: ”Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak
serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik
agar menjadi manusia
yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” Tujuan pendidikan
setidaknya terbagi menjadi
dua, yaitu pendidikan bertujuan
mengembangkan aspek batin/rohani
dan pendidikan bersifat jasmani/lahiriyah. Pertama,
pendidikan bersifat rohani
merujuk kepada kualitas kepribadian,
karakter, akhlak, dan
watak. Kesemua itu
menjadi bagian penting dalam pendidikan. Kedua, pengembangan terfokus kepada aspek
jasmani, seperti ketangkasan, kesehatan,
cakap, kreatif, dan
sebagainya. Pengembangan tersebut dilakukan di institusi sekolah dan di luar
sekolah seperti di dalam keluarga, dan masyarakat.


Tujuan pendidikan berusaha
membentuk pribadi berkualitas baik jasmani dan
rohani. Dengan demikian
secara konseptual pendidikan
mempunyai peran strategis
dalam membentuk anak
didik menjadi manusia
berkualitas, tidak saja berkualitas
dalam aspek skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar
dalam mengarahkan anak didik mengembangkan
diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui pendidikan anak UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Bandung: Citra Umbara, 2006), hlm. 76 memungkinkan menjadi pribadi sholeh, pribadi
berkualitas secara skill, kognitif, dan
spiritual.


Namun, globalisasi yang memasuki dekade ini
berdampak besar terhadap segala sendi
kehidupan manusia. Nilai-nilai
luhur bangsa dan
agama secara bertahap terkikis oleh nilai barat dan modern.
Materialis, hedonis dan individualis menjadi penyakit
masyarakat. Nilai-nilai ini
pula berimbas pada
tradisi pendidikan yang
hanya digunakan untuk
mangakumulasi kapital dan mendapat keuntungan.
Bahkan Mansour Fakih
mempertanyakan, bagaimana mungkin tradisi manusia tentang visi pendidikan
sebagai strategi untuk eksistensi manusia yang
telah direproduksi berabad-abad,
diganti oleh suatu
visi yang meletakkan pendidikan sebagai komoditi.


Selain itu, terjadinya aksi dan tindak
kekerasan (violence) akhir-akhir ini merupakan fenomena yang seringkah kita
saksikan. Bahkan hal itu hampir selalu menghiasi informasi
media masa. Fenomena-fenomena lain
yang mewabah di kalangan remaja
seperti merokok, hubungan
seks pranikah, tawuran
massal, penggunaan obat-obat
terlarang, dan kenakalan lain seperti sering dikeluhkan para orang
tua, penyelenggara pendidikan,
maupun masyarakat luas,
bukanlah fenomena baru. Krisis
akhlak terjadi karena sebagian besar orang tidak mau lagi mengindahkan
tuntunan agama, yang
secara normatif mengajarkan
kepada Ahlanwasahlan,
Artikel: Metode Mengajar
Tatakrama (Akhlak) (09
September 2008, http://warungbaca.blogspot.com/2008/09/methode-mengajar-tatakrama-akhlak.html) diakses tanggal 29 November Mansour
Fakih, Komodifikasi Pendidikan
Sebagai Ancaman Kemanusiaan,
dalam Pengantar buku
Francis Wahono, Kapitalisme
Pendidikan, Antara Kompetisi
dan Keadilan, (Yogyakarta: Insist Pres, 2001), hlm. xi.


pemeluknya untuk berbuat baik,
meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat dan munkarat.


Melihat fenomena yang terjadi nampaknya di zaman sekarang ini
akhlak mulia adalah
hal yang mahal
dan sulit diperoleh,
hal ini seperti
telah penulis kemukakan
terjadi akibat kurangnya
pemahaman terhadap nilai
akhlak yang terdapat
dalam al-Qur.an serta
besarnya pengaruh lingkungan.
Manusia hanya mengikuti dorongan nafsu dan amarah saja untuk
mengejar kedudukan dan harta benda dengan
caranya sendiri, sehingga
ia lupa akan tugasnya
sebagai hamba Allah SWT.


Tidak dapat
dipungkiri juga bahwa
kemerosotan akhlak terjadi
akibat adanya dampak negatif dari
kemajuan di bidang teknologi yang tidak diimbangi dengan
keimanan dan telah
menggiring manusia kepada sesuatu yang
bertolak belakang dengan nilai al-Qur.an.
Namun hal ini tidak menafikan bahwa manfaat dari kemajuan teknologi itu jauh lebih besar
daripada madharatnya.


Realitas ini
memunculkan anggapan bahwa
pendidikan belum mampu membentuk
anak didik berkepribadian paripurna. Pendidikan diposisikan sebagai institusi
yang dianggap gagal
membentuk anak didik
berakhlak baik dan
mulia.


Padahal tujuan
pendidikan diantaranya adalah
membentuk pribadi berwatak, bermartabat,
beriman, dan bertakwa,
serta beretika. Dalam tulisan
ini tidak bermaksud
untuk mencari dan
meneliti penyebab gagalnya
pendidikan secara keseluruhan, tidak juga ditujukan untuk
meneliti aspek penyebab kegagalan, atau latar
belakang kebijakan pendidikan sehingga pendidikan menjadi carut marut.


Islam sangat
mementingkan pendidikan, dengan
pendidikan yang benar dan berkualitas,
individu-individu yang beradab
akan terbentuk yang
akhirnya memunculkan kehidupan
sosial yang bermoral.
Sayangnya, sekalipun institusiinstitusi pendidikan
saat ini memiliki
kualitas dan fasilitas, namun
institusiinstitusi tersebut masih
belum memproduksi individu-individu yang
beradab.


Sebabnya, visi dan misi
pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab terabaikan dalam tujuan institusi
pendidikan.


Selain pendidikan,
akhlak menjadi sesuatu
yang sangat penting
dan berharga bagi kelangsungan
hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
sudah tentu akhlak
yang baik dan
mulia (akhlaqul karimah),
sebab jatuh bangunnya
suatu masyarakat tergantung
kepada bagaimana akhlaknya.


Apabila akhlaknya
baik, maka sejahteralah
lahir dan batinnya, jika
akhlaknya rusak, maka rusaklah
lahir dan batinnya.


Kejayaan seseorang terletak pada
akhlaknya yang baik, akhlak yang baik selalu
membuat seseorang menjadi aman, tenang dan tidaknya adanya perbuatan yang
tercela. Seseorang yang
berakhlak mulia selalu melaksanakan kewajibankewajibannya. Dia
melakukan kewajiban terhadap
dirinya sendiri yang
menjadi hak dirinya, terhadap
Tuhan yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk lain, dan terhadap sesama manusia.


Mengingat
dengan akhlak akan
membentuk watak manusia
dan bangsa yang berkarakter dan memiliki jati diri. Pada
masa Presiden Soekarno ketika itu, dalam setiap kesempatan senantiasa
mengingatkan tentang arti pentingnya
nation Yatimin Abdullah, Studi
Akhlak dalam Perspektif Al Qur’an, Cet. Ke-1 (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 1 and character
building (pembangunan bangsa dan
karakter), karena dengan memiliki
karakter, suatu bangsa
akan dihargai dan
diperhitungkan oleh bangsa manapun di dunia ini.


Contoh skripsi Pendidikan agama islam:Implementasi Konsep Etika Peserta Didik Menurut Al-Ghazali

Downloads PDF Version>>>>>>>Click Here







Share

& Comment

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2015 Jual Skripsi Eceran™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.