BAB PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembesaran kelenjar
prostat mempunyai angka
morbiditas yang paling bermakna pada populasi pria l
anjut usia. Gejalanya merupakan
keluh an yang umum dalam
bidang bedah urologi. Lanjut usia (Lansia), pada
umumnya mengalami perubahan
-perubahan pada jaringan tubuh yang
disebabkan pros es degenerasi.
Gejala umum yang
paling sering ditemukan
seperti sering kencing, sulit kencing,
nyeri saat berkemih, urin
berdarah, nyeri saat
ejakulasi, cairan ejakulasi
berdarah, gangguan ereksi dan nyeri pinggul atau punggung . Kelenjar prostat adalah
organ tubuh pria
yang paling sering
mengalami pembesaran,baik jinak maupun
ganas. Pembesaran prostat jina k
lebih sering dikenal
dengan sebutan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) sedangkan
adenokarsinoma prostat menunjukkan suatu
tumor ganas yang
tumbuh di dalam kelenjar
prostat (Badan POM RI, 2012).
Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) merupakan tumor jinak yang sering ditemukan pada pria y ang berumur lebih
dari 50 t ahun dan insiden yang terjadi pada
tahun 2003 semakin
men ingkat dengan
bertambahnya umur (Palinrungi, 2001). Di United
States, sekitar 14
juta laki -laki memiliki
keluhan BPH.
Insidennya akan
meningkat sesuai dengan
pertambahan usia, hanya beberapa persen menyerang usia dibawah
40 tahun, tapi sekitar 88% mengenai usia di atas 80 tahun (Bostwick dan Meiers,
2008).
Penelitian secara histopatologi
di negara Barat menunjukkan sekitar 20% kasus BPH pada umur 41 -50 tahun, 50%
pada umur 51 -60 tahun dan lebih dari 90% pada umur lebih dari 80 tahun
(Presti, 2004). Di Indonesia BPH merupakan kelainan urologi kedua setelah batu
saluran kemih yang dijumpai di klinik Urologi dan diperkirakan 50% pada pria
berusia di atas 50 tahun. Angka harapan hidup di Indonesia, rata -rata mencapai
65 tahun sehingga diperkirakan 2,5 juta laki -laki di Indonesia menderita BPH
(Palinrungi, 2001). BPH merupakan kasus terbanyak di bagian urologi,
keadaan ini ditandai
dengan pembesaran kelenjar
prostat yang disebabkan oleh pertambahan
jumlah sel, dengan keluhan sering miksi, nocturia, kesulitan memulai dan
mengakhiri miksi, dysuria dan retensi urin (Kumar, 2005).
Adenokarsinoma prostat merupakan
tumor ganas pada prostat. Karsinoma prostat merupakan keganasan paling sering
diantara keganasan s istem urogenital pria
dan biasanya ditemukan
pada umur >50 tahun
dan merupakan penyebab kematian kedua setelah kanker paru
(Stephan, 2004). Di United States karsinoma terbanyak adalah karsinoma
paru diikuti karsinoma prostat
dan kolorektal. Pada tahun 2008 , 28660 penduduk Amerika meninggal
disebabkan karsinoma prostat, sementara
akan dijumpai 186.320
kasus prostat yang
baru terdiagnosa (Jemal, 2008).
Sekitar satu dari setiap
lima laki -laki Amerika didiagnosa
kanker prostat dan 3% diantaranya meninggal dunia (Adshead, 2005). Di
Indonesia dijumpai di provinsi Makassar dan sekitarnya periode Januari 1994
sampai Juli 1998, dari penderita pembesaran
prostat yang di rawat,
19% diantaranya adalah adenokarsinoma prostat (Malawat, 2000).
Menurut Kirby (2004)
Prostate Specific Antigen (PSA)
adalah suatu glikoprotein yang
di hasilkan oleh sel
epitel pada as ini
dan duktus dari
kelenjar prostat. Test nilai PSA
telah merevolusi dalam
mendeteksi serta pemantauan pengobatan kanker
prostat. Peningkatan nilai
PSA serum dijadikan
sebagai penanda penting pada beberapa penyakit prostat antara lain BPH ,
prostatitis dan kanker prostat. Keuntungan pada penggunaan PSA telah dilakukan
oleh penelitian terdahulu untuk meningkatkan
manfaat klinis pada
deteksi dini kanker
prostat .
Penemuan keberadaan
PSA dalam bentuk
molekuler menambah manfaat klinik dalam test PSA.
Dalam mendiagnosa
BPH dan adenokarsinoma prostat
diperlukan pemeriksaan colok dubur
serta nilai Prostate Specific
Antigen (PSA) serta pemeriksaan volume
prostat dan biopsi prostat. Pada pasien
karsinoma prostat memiliki nilai
PSA yang lebih tinggi. Serum PSA lebih dari 4ng/mL merupakan suatu keadaan
abnormal dan ini indikasi untuk dilakukan biopsi prostat. Tindakan ini
dilakukan untuk mendeteksi kanker prostat sedini mungkin (Zhou, 2007). Pada kesempatan ini
peneliti merasa tertarik untuk
mengetahui perbedaan nilai
PSA pada kejadian BPH dengan nilai PSA pada kejadian adenokarsinoma
prostat.
1.2. Rumusan Masalah 1.
Adakah perbedaan nilai
PSA pada kejadian BPH dengan
nilai PSA pada kejadian
Adenokarsinoma Prostat di RSUP H.AdamMalikMedan tahun 2012? 1.3. Tujuan
Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya perbedaan nilai PSA pada
kejadian BPH dengan nilai PSA pada kejadian Adenokarsinoma prostat.
1.3.2. Tujuan khusus Adapun
tujuan khusus pada penelitian ini adalah : 1. Untuk membuktikan
apakah ditemukan perbedaan nilai PSA pada kejadian BPH d
engan nilai PSA pada
kejadian Adenokarsinoma Prostat.
2. Untuk menilai
apakah nilai PSA
cukup bermakna untuk
dijadikan sebagai penanda tumor baik lesi jinak maupun ganas.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun
manfaat penelitian ini adalah : 1. Untuk
mengetahui perbedaan nilai PSA
pada kejadian BPH d engan nilai PSA pada kejadian
Adenokarsinoma prostat.
2. Untuk mengetahui
manfaat nilai PSA dalam memprediksi
kejadian BPH dengan nilai PSA pada kejadian Adenokarsinoma prostat.
3. Sebagai diagno sa penunjang yang
lebih akurat dalam
menegakkan BPH dengan nilai PSA
pada kejadian Adenokarsinoma Prostat, sehingga dapat dilakukan penangan an
lebih awal .
4. Sebagai bahan informasi tambahan
bagi instit usi rumah
sakit dalam perencanaan
pengobatan dan pencegahan.
Contoh Skripsi Kedokteran:Perbedaan Nilai PSA pada Kejadian Benign Prostat e Hyperplasia (BPH) dengan Nilai PSA pada Kejadian Adenokarsinoma ProstatDownloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini
0 komentar:
Posting Komentar