Rabu, 05 November 2014

Skripsi Manajemen:Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung



BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah sebagai bagianintegral dari
pembangunan nasional tidak bisa lepas
dari prinsip otonomi daerah. Sebagai
daerah otonom daerah mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan,
partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban
kepada masyarakat. Otonomi daerah adalah hasil dari kebijakan desentralisasi dan demokratisasi.
Hal ini harus dipahami sebagai sebuah proses
untuk membuka ruang bagi lahirnya pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratisasi, memungkinkan
berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah
yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara suatu pengambilan keputusan yang taat pada
asas pertanggungjawaban publik Kebijakan
pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah, yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 Januari
2001, merupakan kebijakan yang dipandang
secara demokratis dan memenuhiaspek desentralisasi pemerintahan yang sesungguhnya. Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan
kepada masyarakat, pengembangan kehidupan
berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah (Pramela, 2009).
Otonomi daerah yang diberikan kepada daerah
merupakan otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab (Soekarwo, 2003:93). Dalam pelaksanaan otonomi tersebut pemerintah daerah harus
memiliki wewenang dan kemampuan menggali
sumber keuangan sendiri, serta didukung oleh perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta antara
provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan
persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah. Dalam konteks desentralisasi, daerah provinsi memiliki
wewenang sebagaimana pemerintah pusat.
Wewenang tersebut antara lain adalah melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota dan keputusan
kepala daerah.
Reformasi anggaran dalam konteks otonomi
memberikan paradigma baru terhadap
anggaran daerah yaitu bahwa anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan umum, yang dikelola dengan berdaya
guna dan berhasil guna serta mampu
memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggaran. Anggaran daerah
merupakan rencana keuangan yang menjadi
dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Lingkungan anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan
pemerintah daerah karena hal ini terkait
dengan dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah yaitu sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Hal ini
menyebabkan penelitian di bidang anggaran pada pemerintah daerah menjadi relevan dan penting.
Masyarakat mengharapkan adanya peningkatan
pelayanan di berbagai sektor terutama
sektor publik dalam era desentralisasi fiskal. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik
bagi investor untuk membuka usaha di
daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila upaya serius dari pemerintah untuk memberikan fasilitaspendukung
(investasi). Konsekuensinya, pemerintah
perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini, dalam hal ini erat kaitannya dengan
belanja langsung. Desentralisasi fiskal di satu sisi memberikan kewenangan yang lebih
besar dalam pengelolaan daerah, tetapi
disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fisakal daerah yang berbeda-beda.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa
untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah
daerah, pemerintah pusat akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khs (DAK), dan
bagian dari Dana Bagi Hasil (DBH) yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Di samping dana perimbangan
tersebut, pemerintah daerah mempunyai
sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan.
Kebijakan penggunaan semua dana tersebut
diserahkan kepada pemerintah daerah. Seharusnya dana transfer dari pemerintah pusat diharapkan digunakan
secaraefektif dan efisien oleh pemerintah daerah untuk peningkatan pelayanan kepada
masyarakat. Kebijakan penggunaan dana
tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel. Pemerintah dalam perkembangannya memberikan dana
perimbangan untuk mengatasi persoalan
ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar. Salah satu komponen dana
perimbangan tersebut adalah dana alokasi umum.
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal
dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
Berkaitan dengan perimbangan
keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, adanya konsekuensi penyerahan kewenangan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
yang secara leluasa dapat menggunakan
dana ini untuk memberikanpelayanan lebih baik kepada masyarakat.
Pendapatan Asli Daerah merupakan cermin
kemandirian suatu daerah dan penerimaan
murni daerah yang merupakan modal utama bagi daerah dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan di
daerahnya. Dalam menjalankan otonomi
daerah kabupaten/kota di dituntut untuk
mampu meningkatkan PAD yang merupakan
tolak ukur terpenting bagi kemampuan daerah
dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah.
Hampir semua provinsi dan
kabupaten dan kota di Indonesia memiliki masalah ketimpangan fiskal. Provinsi yang terdiri atas 19 kabupaten/kota merupakan salah satu provinsi
yang memiliki masalah ketimpangan fiskal
dalam sumber pendanaan dari PAD pada beberapa kabupaten dan kota. Ketimpangan fiskal dalam hal ini
daerah tidak mampu mencukupkan belanja
dan biaya daerah melalui sumber pendanaan asli daerah secara murni.
Dengan demikian, tingkat
ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi terhadap pemerintah pusat.
Fenomena utama dari penelitian
ini adalah untuk melihat seberapa besar kontribusi
DAU dan PAD terhadap Belanja Langsung . Total DAU dan PAD di provinsi terus meningkat dari tahun ke tahun dan
bersamaan dengan itu terjadi pula
peningkatan belanja langsung.
Tabel 1.1 Peningkatan DAU, PAD dan Belanja Langsung Di Provinsi (dalan
miliaran Rupiah) Variabel Tahun 2005
Tahun 2006 Tahun 2007 DAU
247,487 477,029 546,332 PAD
448,279 504,408 571,526 Belanja Langsung 471,001
662,037 577,432 Sumber : DPKD Provinsi Melihat
semakin meningkatnya jumlahDAU dan PAD dari tahun ke tahun yang diiringi dengan peningkatan belanja
langsung yang ada di provinsi Sumatera Barat
maka penulis ingin melihat apakah peningkatan DAU dan PAD tersebut berpengaruh terhadap peningkatan belanja
langsung.
Terkait dengan hal ini, Sihite (2009)
melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui apakah Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khs (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mempunyai
pengaruh terhadap belanja langsung
dengan sampel pemerintahan kab/kota di . Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa secara parsial DAK, PAD dan DBH masingmasing
berpengaruh signifikan positifterhadap belanja langsung sedangkan secara simultan ketiga variabel independen
berpengaruh positif terhadap belanja langsung
secara bersama-sama. Penelitian terdahulu memiliki keterbatasan dimana penggunaan sampel penelitian
hanyaterbatas pada kab/kota di Sumatera Utara.
Oleh karena keterbatasan penelitian terdahulu tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian replikasi
dengan mengambil sampel pada pemerintahan
kab/kota di .

Skripsi Manajemen:Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung

Downloads Versi PDF >>>>>>>Klik Disini







Share

& Comment

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2015 Jual Skripsi Eceran™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.