BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Alam semesta
memuat bentuk-bentuk dan
konsep matematika, meskipun
alam semesta tercipta sebelum
matematika itu ada.
Alam semesta serta
segala isinya diciptakan
Allah dengan ukuran-ukuran
yang cermat dan
teliti, dengan perhitungan-perhitungan yang mapan, dan dengan rumus-rumus serta
persamaan yang seimbang
dan rapi. Rumus-rumus yang ada
sekarang bukan diciptakaan
manusia sendiri, tetapi
sudah disediakan. Manusia
hanya menemukan dan
menyimbolkan dalam bahasa
matematika
(Abdussyakir.2007:79-80).
Salah satu
cabang matematika yang
banyak melibatkan simbol-simbol dalam
pengkajiannya adalah Aljabar.
Sedangkan cabang dari
Aljabar itu sendiri antara lain aljabar linier dan
aljabar abstrak. Aljabar abstrak memiliki
banyak materi yang
dibahas dan dikembangkan.
Struktur aljabar merupakan
salah satu materi dalam aljabar abstrak. Selain pemetaan, materi yang
dibahas pada struktur
aljabar pada dasarnya
tentang himpunan dan
operasinya.
Sehingga dalam mempelajari materi
ini selalu identik dengan sebuah himpunan
yang tidak kosong
yang mempunyai elemen-elemen
yang dapat dikombinasikan dengan
penjumlahan, perkalian, ataupun
keduanya dan juga
oleh operasi biner
yang lainnya. Hal
tersebut berarti pembahasanpembahasannya melibatkan
objek-objek abstrak yang
dinyatakan dalam simbol-simbol.
4 Seiring perkembangan ilmu
pengetahuan, simbol-simbol yang telah ada
juga tak luput menjadi objek penelitian. Seperti Pada tahun 1966, Y. Imai dan K.
Iseki memperkenalkan perkembangan
dari struktur aljabar
abstrak yaitu Aljabar BCK. Pada tahun yang sama, K. Iseki
memperkenalkan gagasan baru yaitu Aljabar
BCI yang merupakan
perumuman dari Aljabar
BCK sehingga Aljabar BCK termuat di dalam Aljabar BCI (Ahn
& Kim, 1996: 1). Ilmu baru ini belum
ada pada masa-masa sebelumnya dan baru diperkenalkan pada tahun 1966. Dari tahun ke tahun, ilmu pengetahuan
berkembang semakin pesat begitu juga
dengan Aljabar BCI.
Bersamaan dengan
terbentuknya aljabar BCI
dari karakterisasi grup
modulo n tersebut, maka
memungkinkan untuk diteliti
lebih lanjut berkaitan
dengan aljabar BCI
seperti P-semisimple, ideal-ideal
yang ada pada
BCI Psemisimple, dan lain-lain.
Bhatti (1991:
) dalam thesisnya
menyatakan bahwa “
jika X adalah
aljabar BCI, maka
X adalah juga
aljabar BCI P-semisimple”. Hal
ini dapat bermakna
bahwa aljabar BCI
X akuivalen dengan
aljabar BCI P-semisimple
karena sesuai dengan
definisi aljabar BCI
P-semisimple. (Bhatti, 1991:1)
“misalkan X adalah
aljabar BCI dan
misalkan ada 0
aljabar
BCI melibatkan himpunan
tak kosong, maka
sesuai dengan definisi
yang dipaparkan Munir
(2009: 54) “ himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki satupun elemen atau himpunan dengan kardinal = 0” juga
bermakna bahwa himpunan tak kosong
adalah himpunan yang
memuat minimal satu anggota.
Contoh : himpunan nol {0} hanya beranggotakan nol saja
disebut himpunan tak kosong, karena
minimal ada satu anggota yakni nol. Sebuah himpunan tak kosong pasti bias
di cari subset-nya
walaupun terkadang subset
tersebut adalah dirinya
sendiri. Enderton (1997: 3) mengatakan “suatu himpunan A dikatakan subset
dari B (ditulis ) jika untuk
setiap elemen A juga elemen B Suatu
himpunan adalah subset
dari dirinya sendiri
dan himpunan kosong
adalah subset dari setiap
himpunan”.
Subset pada himpunan
tak kosong bisa
lebih dari satu.
Contoh : Himpunan A = {1,2,3,4} subse-tnya bisa berupa himpunan ‑ Oleh
karenanya, anggapan ini
juga berlaku untuk
himpunan tak kosong
pada aljabar BCI
yang pada skripsi
sebelumnya telah dibangun dari karakterisasi grup modulo n.
Bhatti (1991:
2) dalam thesisnya
mengatakan “ misalkan
X adalah BCI
aljabar dan terdapat
himpunan bagian A
dari X ( - ).
A dikatakan ideal jika
yang terbangun dari karakterisasi
grup modulo n? 2. Ideal apa saja yang mungkin terbentuk dari
aljabar BCI P-semisimple yang terbangun
dari karakterisasi grup modulo n? 3. Bagaimana sifat-sifat yang terbentuk dari
ideal pada aljabar BCI Psemisimple yang
terbangun dari karakterisasi grup modulo n?
0 komentar:
Posting Komentar